Fintech Berperan Menjadi Penetrasi Dan Inklusi Ekonomi

Menurunkan kesenjangan sosial dan ekonomi sebenarnya bisa diakali melalui digital ekonomi, baik yang dilakukan oleh industri fintech maupun perbankan konvensional.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang P Brodjonegoro menyebut, hanya 10% dari seluruh penduduk di desa yang memiliki akses kepada keuangan.

Bandingkan dengan penetrasi ponsel. Hingga 2016 saja, jumlah penduduk di desa yang punya ponsel—baik pintar maupun nonpintar—sudah mencapai 70,16%. Meskipun, 13 dari 34 provinsi di Indonesia masih memiliki jaringan telekomunikasi yang mandek (data Susenas, 2018).

“Salah satu cara memang harus perkuat akses informasi teknologi (IT) dan kemudian membiasakan masyarakat terekspos dengan keuangan digital. Sebab, penetrasi digital dan keuangan memang harus diakui sangat jauh sekali,” kata Bambang. Agar pemerintah tak ketinggalan dengan fintech, Bambang menyebut jajaran otoritas terkait akan terus mendorong perbankan konvensional untuk terus berinovasi pada fitur mobile banking-nya.

Wakil Direktur Departemen Strategi dan Pengetahuan International Fund for Agricultural Development (IFAD) Paul Winters menuturkan, pemerintah perlu melihat peluang pada penetrasi ponsel di perdesaan. “Teknologinya sudah ada, tinggal bagaimana menggalinya. Peluangnya di sana. Pemerintah Indonesia bisa sangat untung dengan ini,” ucap Winters. Penyaluran dana desa misalnya, sambung Winters, bisa dilakukan secara langsung pemerintah melalui aplikasi digital. “Transfer dana ini sangat membantu masyarakat, akan tetapi masyarakat tetap butuh peluangnya sendiri untuk mengembangkan bisnis mereka,” tambahnya.

Tak banyak juga pemerintah daerah yang mulai memanfaatkan potensi dalam hal penetrasi ponsel di perdesaan. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mungkin hanya satu dari sedikit di antaranya. Pada rangkaian agenda yang sama di Kuta, Bali, pria yang biasa disapa Emil ini menuturkan, kesenjangan yang terjadi di daerah terpencil dengan perkotaan sangat nyata terlihat. Namun, satu hal yang bisa menyatukan keduanya adalah digitalisasi.

Inovasi Emil boleh diapresiasi. Dalam waktu dekat, pihaknya berencana memberikan fasilitas aplikasi perdagangan daring (online) untuk para petani, nelayan, serta peternak di Jawa Barat. Fungsi aplikasi ini adalah memotong mata rantai perdagangan konvensional yang selama ini menghambat kesejahteraan petani. “Ini akan merevolusi keuntungan bagi petani, peternak, petambak, dan nelayan juga, kira-kira begitu. Sistem perdagangannya sedang disiapkan, nanti kerja sama dengan Tokopedia atau Bukalapak, jadi mereka nanti akan jualan produk-produk pertanian,” jelas Emil.

Aplikasi yang disiapkannya ini menjadi bagian dari rencana besar dalam menciptakan Desa Digital di Jawa Barat. “Bukan cuma urusan wifi-wifi, tapi bagaimana kita mengubah cara berdagang, berkomunikasi, memetakan potensi, hingga mempromosikan wisata desanya melalui digital ekosistem,” sambungnya.

 Sumber           : https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/teknologi-keuangan-ancaman-atau-peluang

By: Mardiana

Tags :
Share Artikel Ini :

Artikel Terbaru

Mengenal Platform Layanan Investasi Urun Dana
Mengenal Platform Layanan Investasi Urun Dana
Mengenal Jenis-Jenis dan Keuntungan Crowdfunding
Mengenal Jenis-Jenis dan Keuntungan Crowdfunding
Tips Investasi Pemula Minim Risiko dan Minim Modal
Tips Investasi Pemula Minim Risiko dan Minim Modal
Jenis-Jenis Investasi dari yang Aman sampai Berisiko
Jenis-Jenis Investasi dari yang Aman sampai Berisiko

Kategori Blog

Arsip Blog

Artikel Terbaru

Mengenal Platform Layanan Investasi Urun Dana
Mengenal Jenis-Jenis dan Keuntungan Crowdfunding
Tips Investasi Pemula Minim Risiko dan Minim Modal
Jenis-Jenis Investasi dari yang Aman sampai Berisiko

Sosial Media

Berizin dan Diawasi

Subscribe

Subscription Form

© Copyright by danamart.id